Bagi follower saya di instagram maupun twitter tentu sudah sangat familiar
tentang hal ini. Ya, saya hampir selalu membuat status dalam bahasa Inggris
alias “KemINGGRIS”. Bagi yang belum follow, jangan lupa follow ya?!
:p Begitu pula dalam menyelesaikan tugas-tugas
selama kuliah S2 ini. Jika tugas yang diberikan bukan bersifat laporan atau
makalah yang jumlah kalimatnya banyak dan harus berbahasa Indonesia sesuai EYD,
maka saya selalu berusaha membuatnya dalam bahasa Inggris. Beberapa contohnya
ialah tugas resume atau review jurnal, mini paper, power point
presentation, dan sebagainya. Catatan-catatan kuliah umum dari pemateri
luar negeri juga selalu saya usahan ditulis dalam bahasa Inggris. Beberapa
catatan kuliah umum atau tugas-tugas kuliah saya juga saya upload ke blog ini. Bagi teman-teman
yang follow atau rajin kepo blog saya ( :p ) tentunya
mengetahui hal tersebut.
Saya yakin bahwa teman-teman juga mengetahui bahwa bahasa Inggris merupakan
salah satu bahasa yang mendunia, sehingga kemampuan berbahasa Inggris sangat
dibutuhkan dalam berbagai hal. Bahasa Inggris selalu menjadi syarat masuk PTN,
syarat beasiswa di dalam ataupun luar negeri, syarat pertukaran pelajar/magang
di luar negeri, tak terkecuali jika ingin sekedar berlibur ke luar negeri,
minimal harus bisa berbahasa Inggris selain bahasa resmi dari negara yang
dituju. Oleh karena itu, belajar bahasa Inggris kini bukan hanya menjadi
kewajiban tetapi kebutuhan untuk dipelajari, sehingga tidak heran jikalau bahasa
Inggris menjadi salah satu mata pelajaran utama sejak SD, bahkan TK. Namun, penggunaan
bahasa Inggris juga seringkali menimbulkan problematika dalam masyarakat. Salah
satunya ialah memudarnya kecintaan dan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar, padahal kosa kata bahasa Indonesia juga sangat beragam. Hal ini
membuat orang-orang yang sering berbicara atau menulis dalam bahasa Inggris
(seperti saya ini) terkadang dianggap sok
kebarat-baratan atau sok pintar dan
sok-sok lainnya L L L Padahal tidak semua penilaian tersebut benar untuk
setiap orang. Setiap orang tentu memiliki alasan dan pertimbangan
masing-masing, termasuk saya.
Hal ini tentunya saya lakukan
karna berbagai pertimbangan, bukan karena sekedar GAYA, atau biar orang
mengetahui bahwa kemampuan bahasa Inggris saya mumpuni. Saya menyadari bahwa kemampuan
bahasa Inggris saya juga sebenarnya masih rendah, nilai TOEFL saya saja hanya
melebihi beberapa poin dari batas minimum untuk bisa lolos seleksi administratif
beasiswa LPDP alias pas-pasan. Namun,
saya tidak ingin hal ini menjadi penghalang saya untuk belajar melatih dan
meningkatkan kemampuan saya dalam berbahasa Inggris. Biarlah orang berkata apa,
kebermanfaatan akan menjadi milik saya, dan lelah berkomentar akan menjadi
milik mereka. Kyaaaa….. :D :D :D
Itulah alasan pertama
saya, yakni terus belajar dengan berlatih.
Kedua, sebenarnya sejak dulu saya memang memiliki passion yang tinggi dalam bidang bahasa. Sewaktu memilih jurusan
peminatan di SMA, saya ingin sekali memilih bahasa. Sayangnya saya berada di
sekolah rada pelosok yang hanya punya dua pilihan jurusan yaitu IPA dan IPS,
titik!. L Akhirnya masuklah saya ke jurusan IPA berdasarkan saran
dari Ibu guru BK :D. Begitupula waktu memilih jurusan kuliah S1. Awalnya,
saya memilih untuk mendaftar di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Namun, karena
bimbang, ada saran, dan pertimbangan dari berbagai pihak, akhirnya saya merubah
keputusan saya untuk beralih ke Prodi Pendidikan Biologi tepat H-1 pendaftaran
ditutup. :D :D :D Saat itu, pertimbangan terbesar saya adalah ketika saya
belajar Biologi, tentu saja masih harus belajar Bahasa Inggris, sehingga ilmu
saya lebih banyak. Selain itu, prestasi dan pengalaman saya dibidang Biologi
yang sudah saya peroleh selama SMA tidak akan terbuang dengan sia-sia, sehingga
kebermanfaatannya akan lebih besar pada masa depan J.
Ketiga, Saya banyak bertemu dan mengenal teman-teman
dengan berbagai cerita, khususnya
teman seperjuangan awardee LPDP LN
yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan awardee LPDP DN. Mereka tentunya teman-teman yang bahasa Inggrisnya
sudah sangat mumpuni. Hal itu tentu membuat saya iri sekaligus minder karena
melihat mereka bisa kuliah dengan beasiswa di luar negeri, bisa belajar lebih
banyak, dan bisa berlatih bahasa asing setiap waktu dengan pemilik bahasanya
langsung. Namun, saya tidak ingin hal ini membatasi diri saya untuk berfikir
sama seperti mereka. Saya juga meyakini bahwa hal itu tidak
mereka peroleh dengan instan, tetapi melalui proses belajar. Saya memutuskan kuliah di dalam negeri bukan berarti
bahwa kemampuan saya hanya sebatas standar nasional, tetapi haruslah
berkomepetensi internasional. Salah satunya dengan kemampuan bahasa Inggris
yang lebih baik dengan bekal pengalaman studi yang lebih diperdalam pula.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi saya untuk minder, tidak ada alasan untuk
merasa berkecil hati karena pengalaman dan kemampuan saya sedikit, dan tidak
ada alasan bagi saya untuk belajar hanya terbatas dari sumber dan keahlian
berbahasa Indonesia.
Keempat, Saya ini mahasiswa program Master
of Science (M.Sc) alias “Mesakke” (Begitulah
kata pak dekan Fak. Biologi UGM, Pak Budi), bukan bergelar M.Si layaknya program
magister sains di Indonesia pada umumya. Gelar M.Sc seharusnya memiliki
standart internasional, meskipun dalam pelaksanannya sebenarnya masih kurang
menginternasional L. Oleh karena itu, sebagai wujud upaya saya untuk
memantaskan diri saya sebagai kandidat M. Sc, saya harus terus belajar dan
menyelesaikan tugas-tugas dengan standar kualitas internasional. Hal ini
mungkin terkesan teoritis idealis atau apalah namanya, tetapi ya memang
beginilah adanya.
Kelima, Saya ingin menebar inspirasi bagi lingkungan saya untuk terus belajar. Ketika
saya menulis segala sesuatu seperti status dalam bahasa Inggris, pasti akan ada
pembaca yang mencoba mencari arti setiap kata jika Ia tidak mengetahuinya.
Dengan demikian, saya telah membantu memaksanya belajar kosa kata bahasa
Inggris baru baginya secara tidak langsung. Menarik bukan?!. Apalagi jika
kalimat yang saya tulis adalah kalimat yang mampu menginspirasi atau bersifat informatif. Bukankah hal ini akan menambah kebermanfaatan saya bagi sesama?. Menurut saya begitu.
Disisi lain, hal ini tentu tidak mengurangi kecintaan saya untuk
mempelajari bahasa Indonesia. Hal ini tidak berarti pula bahwa kemampuan bahasa
Indonesia tidak bagus. Buktinya, saya juga bisa memenangkan lomba kategori
tulisan ilmiah, bisa menulis di Koran (eaaa sombong!!! *kibas jilbab), bisa
buat puisi meskipun kadang sedikit aneh :D :D :D, bisa menulis
cerpen meskipun belum pernah selesai L. Saya juga terus belajar menulis dengan bahasa Indonesia
sesuai EYD dengan baik dan benar dalam setiap tugas yang memang harus
diselesaikan dalam bahasa Indonesia. Bagaimanapun juga, saya pemuda Indonesia,
jadi saya masih mampu mengilhami isi sumpah pemuda bahwa kita berbahasa satu
yaitu bahasa Indonesia. Begitupula dengan bahasa Jawa. Saya asli Jawa,
keturunan Jawa, lahir dan besar di Jawa, sehingga saya juga bisa bahasa Jawa
yang sopan sesua aturan tingkatan kesopanan dalam bahasa Jawa seperti boso
ngoko, boso kromo alus, dan kromo inggil meskipun memang tidak ahli.
Intinya adalah, Jangan mudah mengambil kesimpulan terhadap orang lain hanya
dari sedikit sisi. Jangan pernah menilai nasionalisme dan patriotisme seorang
warga negara hanya sekedar dari caranya berbahasa. Lihatlah secara keseluruhan
caranya berfikir dan bekerja. Jangan pula membatasi diri kita untuk belajar
hanya karena rasa malu, rasa takut, dan sebagainya.
Saya bisa menulis seperti bukan karena saya merasa sudah
istimewa, tetapi karena saya pun masih belajar menjadi lebih baik dalam segala
hal. Biarlah tulisan ini menjadi pengingat untuk saya saat saya sedang merasa
lelah dan takut, semoga bisa pula menjadi penggugah untuk teman-teman yang
membaca. J J J
Yogyakarta, 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar