Senin, 20 Maret 2017

Berkeliling Wisata di Taman Sari Keraton Yogyakarta

Hari ini, Minggu 26 Februari 2016 saya berkesempatan untuk melarikan diri sejenak dari aktivitas rutin kuliah. Saya memilih untuk mengunjungi Taman Sari Keraton Yogyakarta. Pemilihan tersebut tentunya bukan tanpa  alasan. Saya terlebih dahulu mencari referensi melalui media online mengenai tempat-tempat wisata budaya/wisata alam yang tidak jauh dari lokasi kampus UGM. Selain itu, saya juga tidak sendiri. Saya bersama dengan teman seperjuangan saya yang kebetulan sedang memiliki agenda di Yogyakarta hari sebelumnya, sehingga kami memutuskan untuk berlibur bersama, meskipun dalam waktu yang cukup singkat.

Suasana hari itu cukup cerah, ditambah dengan waktu keberangkatan kami yang memang sudah bukan pada waktu pagi. Saya yang baru tinggal di Kota Jogja selama satu semester belum benar-benar mengenal wilayah ini, sehingga saya terpaksa memanfaatkan Google Map untuk bisa menempuh perjalanan tanpa tersesat. Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan, kami pun akhirnya sampai di Taman Sari Keraton Yogyakarta. 

Taman sari keraton Yogyakarta terletak di Jl. Taman, Kraton, Yogyakarta 55133, Indonesia. Jam buka Taman sari dimulai sekitar pukul 09.00 WIB hingga 14.00 WIB. Harga tiket masuknya pun cukup terjangkau yakni Rp. 5000 untuk pengunjung lokal dan Rp. 8000 untuk pengunjung asing. Harga tiket tersebut sudah termasuk beberapa titik lokasi yang termasuk dalam area taman sari.
Area taman sari ini terletak di area perkampungan warga, sehingga beberapa titik wisata yang menjadi bagian dari taman sari baru dapat dinikmati setelah menelusuri area perumahan warga sekitar. Saat itu, saya memilih mengunjungi area utama yaitu area pemandian terlebih dahulu. Area pemandian ini nampak seperti kolam air yang begitu bersih dan penuh dengan kesan tradisional, tetapi penuh dengan seni. Konon katanya, kolam ini dulunya merupakan danau buatan yang dikenal dalam istilah Jawa sebagai “segaran”. Meskipun kolam ini dikenal dengan istilah pemandian, tetapi saya tidak melihat adanya aktivitas pemandian di kolam tersebut J
Pengunjung di taman sari cukup padat, apalagi karena saya datang di saat hari libur. Akibatnya, momen untuk berfoto yang bagus menjadi sedikit sulit diperoleh. Setelah dari titik kolam taman sari, saya menyusuri lorong-lorong yang mengelilingi are kolam tersebut. Ada gedung utama dibagian depan pintu masuk masuk yang terdiri dari 2 lantai disertai dengan menara. Namun, karena sudah lelah saya memilih untuk tidak melihat ke bagian atas. Menurut informasi berdasarkan teman yang menemani saya hari itu, bagian atas juga biasanya penuh dengan pengunjung, sehingga akan sedikit sulit untuk dinikmati. Selanjutnya saya memilih untuk menyusuri perkampungan mencari titik area masjid yang cukup hits di media sosial. Bagaimana tidak, area tersebut memiliki spot foto yang cukup menarik bila dilakukan pada suasana yang mendukung. Saya harus menempuh area masjid bawah tanah yang dimaksud sejauh kurang lebih 250 meter. Saya beruntung karena bertemu dengan seorang Ibu, warga yang kebetulan hendak menuju ke pasar melalui area masjid, sehingga saya tidak perlu repot untuk mencari area masjid tersebut.
Masjid tersebut terkenal dengan sebutan masjid bawah tanah karena memang bangunannya terletak dibawah permukaan tanah yang menjadi pemukiman warga. Oleh karena itu, untuk menempuhnya harus melalui tangga menurun melalui lorong yang cukup gelap. Namun, perjalanan tersebut terbayar ketika sampai dibagian dalam masjid yang lebih mirip seperti bangunan gua buatan itu. Ada banyak pintu (khas masjid) di bangunan tersebut. Ada 2 lantai yang terhubung dengan tangga-tangga yang berpusat pada satu titik tengah. Spot inilah yang cukup menarik sebagai tempat berfoto dan sering menjadi background foto hits di media sosial. Namun, untuk memperoleh foto yang bagus sebanding dengan perjuangan antri foto. Semua pengunjung ingin berfoto sendiri, tentunya bukan dengan sekali pose. Bahkan ada pengunjung yang sengaja melakukan pemotretan prewedding di area tersebut. Sayangnya saya datang saat siang hari, sehingga foto yang saya peroleh tidak sebagus ketika senja/sore hari dengan langit yang kemerahan.

Bangunan di seluruh area taman sari ini memiliki ciri khas yang berbeda dengan bangunan budaya lainnya yang umum di Jogja. Bangunannya sederhana tanpa terlalu banyak ukiran, tetapi tetap memiliki nilai seni khusus yang menarik. Susunan bangunannya sebagian besar berupa lorong gelap dengan banyak tangga dan seperti disekelilingi oleh mata air disekitarnya, sehingga terasa sejuk dan basah.
Setelah dari area masjid bawah tanah, saya masih harus menyusuri perkampungan warga kembali untuk menuju ke pintu keluar. Jalan menuju keluar juga melalui lorong dengan beberapa tangga. Setelah keluar dari lorong yang terakhir, pengunjung disambut dengan arsitektur tembok tepi yang begitu unik dan disisi tembok yang lain dipenuhi dengan bunga yang cukup rimbun. Pintu keluar ini pun langsung tembus ke area parker di bagian depan.
Ada kejadian menarik ketika saya sampai di Taman sari ini. Saya tidak tahu jalan dan sempat bingung karena G-map menunjukkan bahwa saya telah sampai, tetapi tidak ada penunjuk jalan yang menandai tempat parkir atau pintu masuk. Saya memutuskan untuk segera menepi dan bertanya pada beberapa Bapak tukang becak. Namun, karena saya sedang dalam kondisi sedikit bingung dan panik karena jalanan ramai, saya lupa mematikan mesin motor. Salah satu tukang becak yang merupakan warga asli Jogja tentu tidak nyaman dengan kondisi tersebut, sehingga sempat sedikit “menceramahi” saya perihal tersebut. Saya yang juga orang asli Jawa (hanya saja saya Jawa Timur suroboyoan J ) tentu saja mengerti maksud dan adat tersebut. Oleh karena itu, segera saja saya reflek mematikan mesin motor dan melepaskan helm dengan penuh senyum dan sekaligus memohon maaf pada Bapak tukang becak tersebut. Sebenarnya memang yang bermasalah dengan kondisi tersebut hanya satu Bapak tukang becak, yang lainnya tidak terlalu mempedulikan. Namun, saya pun menyadari bahwa memang begitulah adat Jawa, penuh dengan sopan santun dalam tindakan sekecil apapun seperti apa yang telah keluarga saya ajarkan. Disitu saya merasa sedikit gagal menerapkan ajaran orang tua saya, meskipun sebenarnya saya juga tidak melakukannya dengan sengaja.

Itulah kisah perjalanan saya di Taman sari keratin Yogyakarta. Apabila anda berkunjung ke Yogyakarta terutama di daerah Kota, tempat wisata ini cukup saya rekomendasikan untuk anda. Semoga perjalanan anda menyenangkan J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar